KALIANDA – Suplayer batu bolder yang memasok pekerjaan pembangunan pengaman pantai di Dermaga Bom, Kalianda, Lampung Selatan (Lamsel), diduga menabrak Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Secara turunan, pihak suplayer juga diduga keluar dari ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 134 Tahun 2015, dan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.736/AJ.108/2017.
Pasalnya, suplayer batu bolder yang memasok material di pekerjaan pembangunan pengaman pantai di Dermaga Bom, Kalianda, diduga dengan sengaja melintasi jalan arteri lokal, lingkar kota Kalianda yang diketahui hanya berkapasitas 8 (delapan) tons.
Sementara, berdasarkan temuan media, kapasitas kendaraan bermuatan batu bolder yang masuk melalui Simpang Fajar Kalianda, menuju Dermaga Bom Kalianda tersebut memiliki kapasitas berat hingga 35 tons.
Padahal, dalam Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bagian kedua
tentang Ruang Lalu Lintas, Paragraf 1 terkait Kelas Jalan telah tertuang dalam
Pasal 19.
(1) Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
a. fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.
(2) Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;
b. jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton;
c. jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan
d. jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu)
milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.
Dikonfirmasi sebelumnya, Kepala Bidang Bina Marga (BM) Dinas PUPR Lamsel, Hasanudin menjelaskan, jalan lingkar kota Kalianda adalah kelas jalan yang termasuk kedalam jalan arteri kelas II. Yakni dengan kapasitas muatan beban kurang dari 8 tons. Maka, kendaraan yang memiliki muatan lebih dari kapasitas tersebut dilarang masuk.
Sementara, Yanto selaku suplayer batu bolder untuk pembangunan pengaman pantai di Dermaga Bom Kalianda buang badan saat dikonfirmasi terkait tonase kendaraan miliknya yang melebihi kapasitas jalan.
Bahkan, ketika di pertegas mengenai komitmen untuk melakukan perbaikan jalan usai masa aktivitas kendaraan selesai, Yanto juga tidak dapat menjawab. Pihaknya, hanya melempar bola ke pihak perusahaan selaku pelaksana kerja.
“Kalau jalan itu, tanya ke bos Oji (Bos PT. SCWAK, red) aja bang, saya gak paham,”ucapnya sebagai upaya berkilah dari tanggungjawab pekerjaannya, saat diwawancarai wartawan melalui pesan WhatsApp, petang tadi (20/10/2022).
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan media belum berhasil melakukan konfirmasi kepada pihak perusahaan pelaksana kerja pembangunan pengaman pantai di Dermaga Bom Kalianda yang diketahui adalah PT. Surya Citra Wira Adi Kusuma (SCWAK). (Red)